Computational Thinking Bersama Ketua TOKI
BOGOR (18/11) – Dalam kesempatannya menghadiri Seminar Keguruan PSN 2017 (18/11) sebagai pembicara, Dr. Ir. Inggriani Liem selaku Pembina Tim Olimpiade Komputer Indonesia (TOKI), berbagi pemahaman dan pengetahuan tentang berpikir secara komputasi atau yang dikenal dengan Computational Thinking.
Peradaban manusia kini berada dalam periode yang dikenal dengan Era Informasi (Information Age), yakni suatu periode dalam sejarah manusia yang terkarakterisasi oleh perubahan/pergeseran dari industri yang dibawa oleh Revolusi Industri melalui industrialisasi, yang semula bersifat tradisional dan konvensional, menuju perekonomian yang berbasiskan komputerisasi informasi. Terdapat tantangan dan tuntutan dalam Era Informasi ini, salah satunya membangun sumberdaya manusia dengan kriteria dan kemampuan yang tepat untuk secara global berkompetisi, berkontribusi dan berinovasi. World Economic Forum memaparkan tiga kemampuan teratas yang diperlukan di dunia kerja pada tahun 2020, yaitu: Complex Problem Solving, Critical Thinking, dan Creativity.
Penyelesaian masalah atau Problem solving merupakan kemapuan mengidentifikasi masalah, menganalisis masalah, merencanakan solusi dan mengimplentasikan solusi tersebut, dimana dalam prosesnya daya berpikir dengan struktur yang baik sangat dibutuhkan. Menurut Dr. Inggriani, mengacu pada hasil tiga tes PISA (Programme for International Student Assessment), performa anak-anak Indonesia dalam bidang membaca, matematika dan sains masih sangat rendah. Dalam konteks ini, Dr. Inggriani menambahkan, membaca bukanlah mengeja kata tapi menyerap informasi yang tersedia dalam teks dan paragraf yang dibaca. Artinya kemapuan problem solving yang baik masih belum ditanamkan dengan sejak dini pada siswa-siswa di Indonesia. Kemampuan problem solving dapat dilatih dan dikembangkan dengan proses Berpikir Komputasional (Computational Thinking).
Berpikir secara komputasi atau Computational Thinking (CT) merupakan proses berpikir yang dilibatkan dalam merumuskan masalah serta mengekspresikan solusinya sedemikian rupa hingga dapat diaplikasikan oleh mesin atau mesin dengan operator manusia untuk bekerja secara efektif. Dikutip dari Google Education: CT adalah proses pemecahan masalah yang mencakup sejumlah karakteristik dan disposisi. CT sangat penting dalam pengembangan aplikasi komputer, namun juga dapat digunakan untuk mendukung pemecahan masalah di semua disiplin ilmu, termasuk humaniora, matematika, dan sains. Siswa yang belajar CT di seluruh kurikulum dapat mulai melihat hubungan antara mata pelajaran akademik, serta antara kehidupan di dalam dan di luar kelas.
Menurut Dr. Inggriani kebiasaan belajar yang siswa-siswa di Indonesia dengan berlatih soal menggunakan buku-buku bank soal dinilai kurang tepat dan tidak memberikan manfaat yang optimal, karena yang terjadi adalah siswa hanya membekali dirinya dengan contoh soal yang dihafal saja dan tidak siap untuk menjawab soal dengan variasi tertentu. Menggunakan metode belajar konvensional jelas membuat siswa menjadi tidak siap karena siswa menghadapi permasalahan secara utuh dan tampak rumit, sedangan dengan CT, permasalahan diselesaikan melalui 4 tahapan berikut:
- Decomposition
Memecahkan masalah atau sistem yang kompleks menjadi bagian yang lebih kecil dan lebih mudah dikelola. - Pattern Recognition
Mencari kesamaan bentuk/pola antara dan dalam masalah. - Abstraction
Memusatkan perhatian pada informasi yang penting saja, dengan mengabaikan detail yang tidak relevan. - Algorithm
Mengembangkan solusi langkah demi langkah (step-by-step) terhadap permasalahan yang dihadapi, atau peraturan yang harus diikuti untuk memecahkan masalah.
Dr. Inggriani berpendapat bahwa proses berpikir komputational dalam bentuk kurikulum sangatlah tepat untuk ditanamkan pada siswa sejak dini. Selain karena merupakan esensi dari pengembangan aplikasi komputer yang saat ini makin pesat dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat saat ini, CT juga dapat diterapkan dalam pengembangan berbagai bidang selain informatika. Untuk dapat memiliki kemampuan berpikir secara komputasi seseorang tidaklah harus berprofesi ataupun mengejar profesi sebagai programmer atau profesi lainnya di bidang informatika, dalam implementasinya informatika dapat diperlakukan sebagai perkakas, dimana instruksi yang diperlukan tetap merupakan hasil dari proses berpikir seseorang dengan keahliannya di masing-masing bidang.