FMIPA / Prof Purwantiningsih Sugita Jelaskan Kontribusi Sains dalam Penentuan Status Kehalalan Produk

Prof Purwantiningsih Sugita Jelaskan Kontribusi Sains dalam Penentuan Status Kehalalan Produk

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia. Hal ini menjadikan masyarakat negeri ini semakin memiliki perhatian terhadap status kehalalan produk yang beredar. Sehingga proses sertifikasi halal sangat diperlukan bagi produsen.

Prof Purwantiningsih Sugita, Dosen IPB university dari Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) menjelaskan bahwa sains berkontribusi besar dalam menentukan kehalalan produk. Terlebih kemajuan teknologi semakin memudahkan suatu produk disamarkan dari asal-usulnya karena wujudnya sudah dipoles sedemikian rupa.

Bila produk bersentuhan dengan teknologi dan sudah tidak nampak bentuk asli dari bahan tersebut dan tidak jelas status halal haramnya dikategorikan sebagai produk yang syubhat. “Proses sertifikasi halal dapat mengklarifikasi hal-hal yang tergolong syubhat ini sehingga status kehalalannya jelas,”terangnya dalam Kajian Teropong Cercah Kauniyah (TerCerahKan) Seri 12 dengan tema “Sains Halal” yang digelar oleh FMIPA IPB University, (26/07).

Misalnya, produk turunan babi seringkali tidak bisa dibedakan dengan sapi. Produk turunan babi juga sudah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, dari industri pangan hingga farmasi. Hal ini menjadi tantangan bagi riset halal untuk menemukan subtitusi alternatif  bahan halal.

Baik bahan produk dan fasilitas produksinya juga harus terhindar dari najis dan bersifat thoyib, yakni bersih dan suci. Kedua hal tersebut substansial karena akan menentukan halal haramnya suatu produk. Bahkan bila bersinggungan sedikit dengan najis tetap akan dikategorikan haram.

“Produk halal secara substansi harus bersifat halal dan thoyib atau asal usul bahan itu jelas lalu diproduksi di fasilitas yang bebas kontaminasi bahan haram maka akan kita dapatkan produk halal,”tambahnya.

Disampaikannya, proses sertifikasi halal ini memiliki pegangan berupa sistem jaminan produk halal dan sistem jaminan halal. “Tujuannya untuk menjaga kesinambungan proses produksi halal setiap produk usaha yang sudah bersertifikat halal. Kegiatan audit juga dilakukan oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) pada seluruh sarana atau fasilitas yang digunakan untuk produksi halal, “ jelasnya.

“Baik bahan dan semua alat yang bersentuhan dengan bahan atau produk harus jelas asal-usul dan kebersihannya. Uji laboratorium menunjukkan bahwa daging sapi yang memiliki persinggungan dengan alat pisau yang sudah digunakan untuk babi masih menunjukkan hasil yang positif. Artinya, daging sapi masih bisa terkontaminasi oleh daging babi dan statusnya sudah menjadi haram, “ urainya.

Ia menyebutkan pembuktian kehalalan produk dengan uji laboratorium saja tidak cukup untuk memutuskan hasil sertifikasi. “Terutama dengan adanya kompleksitas bahan turunan.  Uji laboratorium ini bertujuan untuk mengautentikasi produk dan sebagai pendukung di dalam penetapan fatwa, “ imbuhnya.

Tantangan lainnya menurutnya adalah dalam pengujian laboratorium masih banyak hal tentang halal-haram yang belum bisa dijawab dengan analisa laboratorium. “Apalagi bila analisa hanya dilakukan pada produk akhir saja. Metoda analisa belum dapat menjawab beberapa hal dalam pokok syariat Islam. Terdapat pula limit deteksi alat karena tidak semua bahan dapat terdeteksi bila kadarnya sangat kecil. Kajian sains juga diperlukan untuk menguji bahan dasar agar terjamin ketertelusurannya, “ jelasnya.(MW)

Narasumber : Prof Purwantiningsih Sugita, ipb.ac.id