Prof Rd Roro Dyah Perwitasari Bicara Pentingnya Kelestarian Satwa Primata dalam Menyelamatkan Manusia dan Bumi
Satwa primata tidak hanya sekedar hadir untuk mewarnai keanekaragaman alam di dunia. Satwa primata memegang peran penting dalam menjaga stabilitas ekosistem. Punahnya satwa primata dapat mengancam keberadaan manusia di muka bumi.
Menyinggung isu-isu pelestarian primata dan hubungannya dengan keberlangsungan umat manusia, Program Studi Primatologi Sekolah Pascasarjana didukung oleh Pusat Studi Satwa Primata, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University dan Yayasan Nirwana Dondin Sajuthi menggelar Webinar “Menyelamatkan Satwa Primata Menyelamatkan Primata Manusia”, (21/4).
Serial kajian primata ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga kelestarian satwa primata demi menyelamatkan manusia dan bumi.
Prof Rd Roro Dyah Perwitasari, Guru Besar IPB University dari Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) menyebutkan pembahasan ini akan membuka wawasan masyarakat untuk turut mengambil peran dalam pelestarian satwa primata Indonesia. Ia mengajak masyarakat untuk berkenalan dengan berbagai jenis satwa primata. Dengan jauh lebih memahami persamaan dan perbedaan satwa primata dan primata manusia, manusia akan memahami betapa pentingnya menjaga satwa primata dari kepunahan.
“Manusia dan satwa primata telah terbukti memiliki kesamaan pada level DNA hingga 86 persen. Satwa primata memiliki kecerdasan otak yang sangat maju. Ordo dan biosistematika manusia dengan satwa primata hampir sama, bahkan memiliki karakteristik fisik yang mirip,” ujarnya. Ia mencontohkan letak ibu jari yang berlawanan sehingga bermanfaat untuk memegang lebih erat dan bergerak stabil di tanah dan pohon. Kemampuan melihat secara binokuler dan memiliki keterbatasan untuk melihat bagian belakang kepala.
Menurutnya, sebagian besar satwa primata memiliki kehidupan diurnal atau berkegiatan aktif pada siang hari. Struktur otak yang kompleks dan lebih maju dibanding ordo primata lainnya. Fungsi otak ini membantu primata dalam memecahkan masalah dan perilaku sosial. Satwa primata juga memiliki laju reproduksi yang lambat sehingga terbatas dalam menghasilkan individu baru.
“Laju reproduksi yang lambat ini menjadikan populasi satwa primata dapat terancam. Terlebih bila faktor habitat dan makanan tidak menunjang kehidupannya,” terangnya. Ia menjelaskan, peran satwa primata dalam menjaga fungsi ekologi secara keseluruhan sangat penting. Satwa primata dapat bertindak sebagai polinator untuk membantu penyerbukan tumbuhan tertentu. Primata juga berperan sebagai penyebar biji atau disebut ‘petani hutan’. Primata juga bertindak sebagai spesies mangsa dalam ekosistem serta agen penular penyakit.
“Hal-hal ini perlu diwaspadai dan perlu terus dikaji sehingga kita bisa paham peran satwa primata bagi keutuhan ekosistem kita,” katanya. Ia menambahkan, seiring dengan meningkatnya intensifikasi produksi pertanian, satwa primata juga mendapat ancaman bagi kelangsungan hidupnya. Di sinilah peran manusia diandalkan dalam kelestarian satwa primata. Fakta di lapang menyebutkan bahwa deforestasi, kebakaran hutan dan konversi lahan membawa nasib buruk bagi populasi satwa primata. Tanpa habitat alaminya, satwa primata akan sulit tumbuh dan sekedar bertahan hidup.
“Tingginya tekanan ini dapat menyebabkan kehilangan spesies satwa primata terutama di sekitar zona kontak. Belum lagi adanya perdagangan dan perjualbelian ilegal satwa primata kian menambah ancaman tersebut,” imbuhnya. Menurutnya, masyarakat dapat berkontribusi dalam aksi konservasi untuk menyelamatkan satwa primata. Peluang konservasi ini tidak hanya ditujukan bagi masyarakat yang memiliki keahlian di bidang biologi.
Konservasi satwa primata melibatkan berbagai aspek dan bidang sehingga berbagai pakar dengan keahliannya juga dibutuhkan. Edukasi kepada generasi muda juga penting untuk meningkatkan pemahaman terhadap pentingnya upaya konservasi. “Tentunya didukung dengan berbagai riset yang dapat membantu program konservasi. Sehingga kolaborasi juga harus dilakukan untuk memudahkan upaya konservasi ini,”tambahnya. (MW/Zul)
Narasumber: Prof Rd Roro Dyah Perwitasari, ipb.ac.id